Oleh: Arofah Firdaus
Pendahuluan
Filsafat Ketuhanan, atau teologi filosofis, sering dipandang sebagai disiplin yang elitis dan terpisah dari kehidupan beragama sehari-hari. Padahal, pada hakikatnya, filsafat ini adalah upaya serius akal budi manusia untuk memahami keberadaan, esensi, dan sifat-sifat Tuhan secara mendalam dan sistematis. Dalam konteks Islam, menghayati Filsafat Ketuhanan bukanlah upaya untuk “mengkurung” Tuhan dalam logika semata, melainkan sebuah ikhtiar untuk memperkuat keyakinan (iman) dengan fondasi intelektual yang kokoh. Artikel ini akan membahas pentingnya menghayati Filsafat Ketuhanan, disertai dengan dasar hukum dari Al-Qur’an dan Hadits, serta referensi terkini.
Apa Itu Filsafat Ketuhanan?
Filsafat Ketuhanan adalah cabang filsafat yang menyelidiki pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang Tuhan. Beberapa pertanyaannya meliputi:
- Apakah Tuhan ada? (Pembuktian Eksistensi Tuhan)
- Bagaimana sifat-sifat Tuhan? (Tauhid dan Sifat-Sifat Allah)
- Bagaimana hubungan Tuhan dengan alam semesta dan manusia? (Penciptaan, Pemeliharaan, dan Takdir)
- Bagaimana kita dapat mengetahui Tuhan? (Sumber Pengetahuan tentang Tuhan)
Dalam Islam, pertanyaan-pertanyaan ini tidak dijawab secara spekulatif belaka, tetapi berlandaskan pada wahyu yang kemudian dianalisis dengan kerangka logika dan akal sehat.
Dasar Hukum dalam Al-Qur’an dan Hadits
Al-Qur’an dan Hadits secara tegas mendorong umat Islam untuk menggunakan akalnya dalam memikirkan ciptaan Allah sebagai jalan untuk mengenal Sang Pencipta.
- Perintah Berpikir dan Bertadabur:
Al-Qur’an penuh dengan seruan untuk memikirkan alam semesta. Ayat-ayat ini merupakan fondasi bagi upaya filosofis. “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.” (QS. Ali ‘Imran: 190)
Ayat ini tidak hanya mengajak untuk melihat, tetapi untuk memproses apa yang dilihat dengan akal (ulul albab) hingga sampai pada kesimpulan tentang Kebesaran Allah.“Katakanlah (Muhammad), ‘Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi.’ Tidaklah bermanfaat tanda-tanda (kebesaran Allah) dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang yang tidak beriman.” (QS. Yunus: 101)
Kata “perhatikanlah” (نظرة) adalah seruan untuk observasi dan refleksi mendalam, yang merupakan inti dari metode filsafat. - Pengakuan terhadap Peran Akal:
Hadits Nabi Muhammad SAW juga memberikan apresiasi terhadap upaya penalaran. “Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Tuhannya dan yang tidak, adalah seperti orang hidup dan orang mati.” (HR. Bukhari)
Dzikir tidak hanya berarti mengucapkan tasbih, tetapi juga mencakup pemikiran dan perenungan mendalam tentang Allah. Akal yang aktif memikirkan ketuhanan ibarat “orang hidup”, sedangkan yang tidak, bagaikan “orang mati”. - Bukti Kosmologis dan Teleologis dalam Al-Qur’an:
Al-Qur’an sering menggunakan argumen kosmologis (mencari sebab pertama) dan teleologis (melihat keteraturan sebagai bukti perancangan cerdas). “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?” (QS. Ath-Thur: 35)
Pertanyaan retoris ini mendorong logika untuk sampai pada kesimpulan bahwa mustahil alam semesta tercipta dengan sendirinya, pasti ada Pencipta yang tidak diciptakan (Causa Prima).“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu tidak akan melihat adanya cacat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih. Maka lihatlah sekali lagi, adakah kamu lihat ada yang retak?” (QS. Al-Mulk: 3)
Ayat ini mengajak manusia untuk mengamati keteraturan dan kesempurnaan alam (teleologi) sebagai bukti Keagungan dan Kebijaksanaan Allah.
Manfaat Menghayati Filsafat Ketuhanan
- Mengokohkan Iman: Keyakinan yang lahir dari proses pemikiran yang mendalam akan lebih tahan terhadap guncangan keraguan, syubhat, dan pemikiran ateisme modern.
- Menjawab Tantangan Zaman: Di era globalisasi, umat Islam dihadapkan pada berbagai paham dan ideologi. Pemahaman filsafat ketuhanan yang baik menjadi “immune system” intelektual untuk membedakan antara tauhid dan syirik dalam bentuknya yang kontemporer.
- Mendekatkan Diri kepada Allah: Proses merenungkan kebesaran Allah justru akan melahirkan rasa kagum, takjub, dan cinta yang lebih dalam kepada-Nya, jauh melampaui keyakinan yang bersifat dogmatis semata.
- Mengembangkan Ilmu Pengetahuan: Semangat untuk memahami “tanda-tanda” Allah (ayat-kauniyah) di alam semesta telah memotivasi banyak ilmuwan Muslim di masa keemasan Islam untuk berkontribusi dalam sains.
Kesimpulan
Menghayati Filsafat Ketuhanan adalah sebuah keniscayaan bagi muslim yang ingin imannya tidak hanya kuat secara spiritual, tetapi juga tangguh secara intelektual. Upaya ini memiliki landasan yang kuat dalam Al-Qur’an dan Hadits yang mendorong manusia untuk menggunakan akal budinya sebagai anugerah terbesar dari Allah. Dengan memadukan kekuatan wahyu dan nalar, kita dapat mencapai keyakinan yang utuh dan menyeluruh tentang Keagungan Tuhan, siap menghadapi kompleksitas zaman dengan pondasi keimanan yang rasional dan kokoh.
Daftar Pustaka
- Al-Faruqi, Ismail R., & Al-Faruqi, Lois L. (2021). Atlas Budaya Islam: Menjelajah Khazanah Peradaban Gemilang. (Terjemahan). Tangerang Selatan: Pustaka Alvabet.
(Buku ini membahas integrasi ilmu, filsafat, dan teologi dalam peradaban Islam). - Huda, M. Thoriqul. (2022). “Filsafat Ketuhanan dalam Al-Qur’an: Telaah atas Ayat-Ayat Kosmologis”. Jurnal Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, 8(1), 45-62.
(Artikel jurnal ini secara spesifik mengkaji argumen ketuhanan dalam Al-Qur’an). - Natsir, Muhammad. (2019). Tauhid: Sebuah Pengantar Memahami Keesaan Allah. Jakarta: Republika Penerbit.
(Buku ini membahas konsep ketuhanan dalam Islam dengan pendekatan yang mudah dipahami). - Said, Imam. (2020). Logika Tuhan: Menjawab Keraguan dan Memantapkan Iman di Era Modern. Bandung: Mizania.
(Buku populer yang membahas argumentasi filosofis dan saintifik untuk membuktikan eksistensi Tuhan perspektif Islam). - Zarkasyi, Hamid Fahmy. (2021). Worldview Islam & Dikotomi Ilmu. Ponorogo: CIOS (Center for Islamic and Occidental Studies).
(Buku ini membahas kerangka berpikir Islam yang menyatukan wahyu dan akal, termasuk dalam memandang Tuhan dan alam semesta).
Kirim Tanggapan