Pembahasan Hukum Waris dalam Pengajian Ahad Pagi di Masjid Sangkana Muhammadiyah Harjamukti

CIREBON, 28 September 2025 – Masjid Sangkana Muhammadiyah Harjamukti kembali menggelar pengajian rutin Ahad pagi yang kali ini menghadirkan Drs. Abdul Aziz Fachrurozi, sebagai penceramah. Dalam ceramahnya, beliau mengangkat tema penting seputar hukum waris dalam Islam, dengan fokus pada sebab-sebab mewarisi dan dinamika hukum waris dalam masyarakat Muslim.

Abdul Aziz menjelaskan bahwa hukum waris merupakan bagian dari hukum Islam yang bersumber dari praktik masyarakat, termasuk dalam aspek pernikahan, muamalah, hingga kebutuhan manusia sehari-hari. Menurutnya, hukum Islam tidak turun sekaligus, melainkan secara bertahap, sesuai dengan perkembangan masyarakat.

“Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk urusan warisan, yang merupakan bagian dari ibadah. Maka, memahami dan melaksanakan hukum waris adalah bentuk amal salih,” jelasnya.

Sebab-Sebab Mewarisi

Penceramah menyampaikan bahwa warisan terjadi karena adanya kematian seseorang, kepemilikan harta, dan keberadaan ahli waris yang sah. Selama orang tua masih hidup, harta belum bisa dikatakan sebagai warisan. Berbeda dengan wasiat yang memiliki akad dan saksi serta bisa ditentukan sebelumnya, warisan langsung menjadi hak ahli waris setelah pewaris meninggal dunia, meskipun tanpa adanya akad.

Selain itu, beliau menekankan bahwa warisan hanya berlaku jika antara pewaris dan ahli waris sama-sama beragama Islam, karena hukum waris merupakan bagian dari syariat yang bersifat ibadah.

Warisan dalam Konteks Sejarah dan Sosial

Mengutip sejarah pra-Islam, Abdul Aziz menjelaskan bahwa pada masa jahiliah hanya laki-laki yang dapat berperang yang berhak menerima warisan. Perempuan dan anak-anak tidak mendapatkan bagian. Namun Islam kemudian hadir dan mereformasi sistem tersebut, menjadikan kerabat sebagai dasar utama dalam pembagian warisan.

Tiga sistem pewarisan yang dikenal di masa jahiliah menurut beliau adalah:

Pertalian darah (nasab), Janji setia (mu’akhah atau persekutuan), Adopsi (tabanni) – yang kemudian dilarang oleh Al-Qur’an, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Ahzab ayat 4–5.

“Islam menolak adopsi dalam konteks pewarisan, karena yang berhak mewarisi adalah kerabat yang sah menurut syariat,” tegasnya.

Perkawinan yang Sah sebagai Syarat Mewarisi

Salah satu sebab terjadinya pewarisan adalah perkawinan yang sah menurut Islam. Jika seorang istri meninggal dunia, maka suaminya berhak mendapatkan warisan, begitu pula sebaliknya. Namun, ini hanya berlaku jika pernikahan dilakukan sesuai hukum Islam, yakni dengan adanya wali, saksi, serta tercatat secara resmi melalui akta nikah dari KUA atau penetapan dari Pengadilan Agama.

Ia juga menyoroti pentingnya pengumuman pernikahan dalam Islam untuk mencegah fitnah. Pernikahan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi tanpa wali dan saksi tidak memenuhi syarat sebagai pernikahan sah dan dapat berdampak pada hak waris.

Penutup

Dalam akhir ceramahnya, Abdul Aziz mengingatkan bahwa hukum waris adalah perintah Allah yang harus dilaksanakan dengan adil dan tidak boleh diabaikan. Pembagian warisan bukan semata persoalan hukum, tetapi juga ibadah yang akan bernilai amal saleh jika dijalankan sesuai tuntunan syariat Islam.

Pengajian ini dihadiri oleh puluhan jamaah dari berbagai kalangan dan berlangsung dengan antusias. Banyak jamaah yang aktif bertanya dan berdiskusi, menunjukkan besarnya perhatian masyarakat terhadap isu-isu hukum Islam, terutama warisan, yang kerap menimbulkan polemik dalam kehidupan sehari-hari. (01-AF)

Komentar (Tanggapan)

Kirim Tanggapan