CIREBON, Sabtu 4 Oktober 2025 —
Pimpinan Ranting ‘Aisyiyah Kalijaga dan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, menggelar pengajian gabungan yang sarat ilmu dan makna. Kegiatan ini dihadiri oleh para kader dan warga ‘Aisyiyah setempat, dengan menghadirkan narasumber Ustadz Yandi Heryandi, M.Pd., yang juga merupakan Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah Harjamukti.
Dalam kajian tersebut, Ustadz Yandi membahas tafsir Surat Al-Fatihah berdasarkan penjelasan Ibnu Katsir, salah satu ulama tafsir ternama. Dijelaskan bahwa Al-Fatihah adalah induk Al-Qur’an (Ummul Kitab) yang mengandung pujian kepada Allah, pengakuan terhadap keesaan-Nya, dan permohonan petunjuk kepada jalan yang lurus.
Intisari Kajian:
Ustaz Yandi, mengawali kajian dengan memaparkan keutamaan Surah Al-Fatihah—yang dikenal sebagai Ummul Kitab (Induk Al-Qur’an)—berdasarkan Tafsir Ibnu Katsir. Beliau menekankan bahwa surah pembuka ini merupakan rangkuman seluruh ajaran Islam yang memuat pilar-pilar akidah, syariat, dan janji (berita) gembira.

“Surah Al-Fatihah bukan sekadar bacaan wajib dalam salat, tetapi juga mengandung pelajaran fundamental tentang bagaimana seharusnya seorang muslim menjalani hidup,” ujar Ustaz Yandi. Ia menggarisbawahi pentingnya memahami setiap ayat sebagai wujud pengagungan terhadap Allah Swt. dan pengakuan atas keesaan-Nya.
Tiga Pilar Tauhid dalam Surah Al-Fatihah
Lebih lanjut, Ustaz Yandi mengupas tuntas tiga jenis tauhid yang menjadi inti dari dakwah para nabi dan rasul, yang juga tercermin secara implisit dalam Surah Al-Fatihah:

Tauhid Rububiyah:
Tauhid ini adalah pengakuan bahwa Allah Swt. adalah satu-satunya pencipta, pengatur, dan penguasa alam semesta. Dalam konteks Al-Fatihah, tauhid ini terkandung dalam ayat “Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin” (Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam). “Mengakui Rububiyah berarti menyadari bahwa rezeki, hidup, dan mati sepenuhnya ada di tangan-Nya. Ini menuntut kita untuk hanya bergantung kepada-Nya dalam urusan dunia,” jelas Ustaz Yandi.
Tauhid Uluhiyah:
Tauhid ini adalah pengakuan bahwa Allah Swt. adalah satu-satunya yang berhak disembah dan diibadahi. Tauhid Uluhiyah merupakan konsekuensi logis dari Tauhid Rububiyah, termuat dalam ayat “Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in” (Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan). “Pilar ini menuntut pengamalan ibadah murni tanpa menyekutukan-Nya, baik dalam salat, puasa, nazar, maupun doa,” tegasnya.
Tauhid Asma wa Sifat (Nama dan Sifat Allah):
Tauhid ini adalah pengakuan dan penetapan terhadap seluruh nama dan sifat sempurna Allah Swt. sebagaimana yang Dia tetapkan untuk diri-Nya dan yang ditetapkan oleh Rasul-Nya, tanpa mengubah, menolak, mempertanyakan kaifiyah (bagaimana/bentuknya), atau menyerupakannya dengan makhluk. Dalam Al-Fatihah, hal ini tercermin dalam penyebutan sifat-sifat mulia seperti “Ar-Rahmanir-Rahim” (Maha Pengasih, Maha Penyayang) dan “Maliki Yawmiddin” (Pemilik Hari Pembalasan). Ustaz Yandi menekankan, “Memahami Asma wa Sifat akan meningkatkan keimanan dan rasa takut sekaligus harap kepada Allah.”

Penguatan Peran Aisyiyah
Kegiatan pengajian ini tidak hanya bertujuan memperkaya khazanah keilmuan agama, tetapi juga memperkuat jalinan silaturahmi antara dua ranting Aisyiyah di Kelurahan Kalijaga dan Argasunya Harjamukti. Diharapkan, pemahaman akidah yang kokoh ini dapat menjadi landasan bagi anggota Aisyiyah untuk melaksanakan perannya dalam dakwah komunitas, keluarga, dan lingkungan, sesuai dengan semangat gerakan perempuan muslim Muhammadiyah.
“Pengajian rutin seperti ini adalah jantung pergerakan ranting. Dengan akidah yang lurus, insyaallah Aisyiyah dapat menjadi tiang utama dalam membentuk keluarga dan masyarakat yang saleh,” tutup Ustaz Yandi, mengakhiri sesi kajian.
Pengajian ini disambut antusias oleh peserta yang hadir. Diharapkan kegiatan serupa dapat terus dilaksanakan secara berkala untuk meningkatkan pemahaman keislaman yang kokoh di kalangan warga Aisyiyah di Harjamukti. (01-AF)
Tinggalkan Balasan ke Zahra Amalia SafitriBatalkan balasan